Sabtu, 30 November 2013

Kokoh dan Mandiri

       Mus'ab bin Umair, pemuda tampan dan manja itu telah berubah. sejak perkenalannya dengan Rasulullah, perkembangannya terus menunjukkan ke arah yang menggembirakan. Namun perkenalannya dengan Islam yang dibawah Rasulullah ini mengakibatkan ia kehilangan ibunya. "Mus'ab, kamu tinggal pilih keluar dari agama Muhammad atau mendapati ibumu meninggalkan makanan?" ibunya mengancam. Ibunya berbicara seperti ini karena mengetahui kalau Mus'ab amat sangat sayangnya kepada ibunya. Namun Mus'ab menjawab dengan jawaban yang sama sekali tidak di duga oleh ibunya. "Wahai ibu, seandainya ibu memiliki nyawa rangkap, dan keluar satu persatu, maka aku tidak akan pernah meninggalkan agama Muhammad." Akhirnya Rasulullah mengamanahinya untuk menjadi duta Islam pertama membuka dakwah di negeri Madinah.
          Kisah di atas adalah contoh kekokohan dan kemandirian seorang sahabat Rasulullah, yang seharusnya kita sebagai kader dakwah berusaha menteladaninya.

Sumber : Bimawan. Agenda Dakwah: 7 Profil Kader Partai Keadilan Sejahtera. Surakarta: Media Insani Press (Cetakan I, Maret 2005 M-Safar 1426 H). hal. 11-12.

Kamis, 21 November 2013


Seni Mencintai Da'wah | Cahyadi Takariawan

Sabtu, 13 Oktober 2012

“Cinta kita pada dakwah inilah yang akhirnya membuat energi kita selalu besar, selalu ada, dan terus ada untuk memperjuangkan dakwah kita,” [Cahyadi Takariawan]


Alhamdulillah, ikhwah, dakwah kita saat ini sedang berada dalam kondisi transisi, transisi dari satu tahapan satu ke tahapan yang lain. Transisi dari mihwar muassasi ke mihwar dauli. Maka untuk menuju mihwar yang lebih luas tersebut, dimana tantangan yang kita hadapi akan semakin kompleks, dibutuhkan profil – profil seorang negarawan sejati. Ketika kita mengingkan mihwar daulah, maka mental kita harus dirubah, menjadi memiliki mental daulah, seorang rijaluddaulah.

Ikhwah, ada satu kisah menarik yang ingin saya sampaikan kepada antum semua, yaitu tentang energi cinta dalam dakwah ini. Energi cinta kita dalam dakwah inilah yang membuat kita sampai saat ini masih tetap istiqomah untuk terus membersamai dakwah. Energi cinta itulah yang menjadi daya penguat kita sehingga kita bisa tetap eksis berada dalam kereta dakwah ini, meskipun terpaan angin, rintangan, halangan itu terus saja menghalangi kita, tetapi hal itu justru membuat kita makin kuat saja dalam dakwah ini, dan hal itu karena satu hal. Kita begitu mencintai dakwah ini.

Saya ingin mengilustrasikan tentang seni menikmati dan mencintai dakwah itu dari perenungan saya sepanjang perjalan dari Jogja-Semarang, beberapa waktu lalu. Kondisi jalanan di sekitaran Ambarawa padat merayap, dengan truk-truk besar yang berjalan lambat itu, kadang membuat kita jenuh juga.

Akan tetapi, setelah saya merenung, ternyata ini adalah bentuk jihad kita untuk senantiasa bersabar atas segala sesuatu yang kita alami. Begitu pun ketika mobil yang saya tumpangi tersebut berhasil menyalip truk besar tersebut, ada kelegaan sedikit, tetapi setelah berhasil menyalip, akan ada truk-truk besar lagi yang berada didepan kita. terus seperti itu.

Energi yang tiada terputus

Kalau kita umpamakan perjalanan Jogja-Semarang tersebut adalah tentang dakwah ini, kita pun akan mengambil satu kesimpulan bahwa, setelah kita menyelesaikan suatu urusan, kita harus siap dengan urusan selanjutnya. Atau bisa kita analogikan, setelah kita berhasil menaklukkan satu badai, akan muncul badai-badai selanjutnya yang lebih kuat, lebih besar, dan menuntut daya dan ketegaran kita dalam menaklukkan badai tersebut.

Ikhwah, begitulah dakwah kita saat ini. Di masa-masa dakwah yang terus bersemi dan berkembang menuju puncaknya, justru badai – badai akan semakin kuat dan besar menghalangi laju kereta dakwah kita. maka butuh satu kekuatan, maka butuh energi yang tiada terputus untuk menguatkan kita dalam membersamai dakwah ini. Maka energi yang tiada terputus itu adalah rasa cinta kita pada dakwah ini. Cinta kita pada dakwah inilah yang akhirnya membuat energi kita selalu besar, selalu ada, dan terus ada untuk memperjuangkan dakwah kita.

Seni mencintai dakwah

Ikhwah, ada satu peristiwa yang mungkin ini adalah bagian yang semakin menguatkan tekad saya untuk terus istiqomah dan mencintai dakwah ini. Satu peristiwa tersebut adalah ketika saya diamanahi menjadi Ketua Wilda Sulawesi, suatu ketika menyaksikan betapa ikhwah yang berada di daerah dengan kondisi yang minimalis, baik kadernya maupun infrastuktur dakwahnya, ternyata hal tersebut tak menghalangi niatnya untuk berdakwah. Mereka begitu tulus bekerja dan mendakwahkan Islam di daerahnya. Mereka tak terlalu peduli urusan di pusat, karena yang mereka pikirkan adalah mengelola daerahnya masing – masing, mampu memberikan efek dakwah Islam kepada obyek dakwah di daerahnya.

Dahsyat, inilah yang saya maksud dengan seni mencintai dakwah itu. Mereka mencintai dakwah ini sehingga dari sikap yang begitu mencintai dakwah, maka Allah Azza Wa Jalla anugerahkan energi yang tiada terputus itu, meskipun mungkin fisik terbatas, sarana terbatas, akan tetapi ketika energi cinta yang tiada terputus kepada dakwah ini terus membara, maka hal tersebut sudah cukup untuk memenangkan dakwah ini.

Maka ikhwah, mari kita mencintai dakwah ini, dimanapun, kapanpun, bersama siapapun kita berada. Insyaallah energi kita tidak akan pernah habis dan terputus. Semoga istiqomah.

Wallahua’lam.


Taujih ini disampaikan Ustadz Cahyadi Takariawan saat memberikan arahan kepada Tim Wilda Jatijaya (Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta) di Semarang, Sabtu (06/10).



*Sumber: PKS Jateng Online


___________ posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia